I. Latar Belakang
Habitat merupakan tempat suatu makhluk hidup tinggal dan
berkembang biak, atau lingkungan fisik di sekeliling populasi suatu spesies
yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Habitat yang baik bagi suatu
makhluk hidup adalah habitat yang mendukung terjaganya suatu keseimbangan
ekosistem. Salah satu pendukung keseimbangan suatu ekosistem adalah manusia,
dengan melakukan menjaga lingkungan habitat dari kerusakan. Namun seringkali
manusia tidak menjaga melainkan merusak demi kepentingan dirinya sendiri. Hal
tersebut justru menjadi penyebab utama kepunahan spesies-spesies tertentu.
Gajah Sumatera merupakan salah satu satwa yang
terancam mengalami kepunahan akibat kerusakan lingkungan. Satwa tersebut masuk
ke dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh Lembaga
Konervasi Dunia (IUCN). Gajah Sumatera juga masuk ke dalam satwa dilindungi
menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP 7/1999
tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Masuknya Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dalam
daftar tersebut disebabkan oleh aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan
fragmentasi habitat, serta pembunuhan akibat konflik dan perburuan. Perburuan
biasanya hanya diambil gadingnya saja, sedangkan sisa tubuhnya dibiarkan
membusuk di lokasi.
Kerusakan lingkungan yang di lakukan manusia tentu saja tidak hanya merugikan
hewan habitatnya, meinkan menimbulkan kerugian yang harus di bayar di kemudian
hari. Untuk itu, diperlukan pengawasan yang tinggi dan tindakan yang tepat
dalam mengatasi kerusakkan lingkungan tersebut. Tujuannya adalah untuk
meminimalkan angka kepunahan gajah sumatera dan spesies-spesies lainnya
sehingga keeimbangan ekosistem dapat terjaga dengan baik.
II. Pembahasan
Gajah sumatera (Elephas
maximus sumatranus) diklasifikasikan ke
dalam keluarga Elephantidae. Genus
hewan yang termasuk dalam keluarga Elephantidae yang
masih hidup di muka bumi adalah genus Elephas dan Loxodonta. Genus Elephas terdiri
dari satu spesies yaitu Elephas maximus atau
yang kita kenal sebagai gajah asia, sedangkan Loxodonta terdiri
dari dua spesies yakni Loxodonta africana dan Loxodonta cyclotis dimana keduanya
digolongkan sebagai gajah afrika.
Gajah sumatera memiliki ciri khas
tertentu apabila dilihat dari fisiknya, yaitu:
1.
Bobot gajah sumatera sekitar 3-5
ton dengan tinggi 2-3 meter
2.
Kulitnya terlihat lebih terang
dibanding gajah Asia lain dan dibagian kupingnya sering terlihat depigmentasi,
terlihat seperti flek putih kemerahan.
3.
Hanya gajah jantan yang memiliki
gading yang panjang. Pada betina, kalaupun ada gadingnya pendek hampir tidak
kelihatan. Berbeda dengan gajah Afrika dimana jantan dan betina sama-sama punya
gading.
4.
Ciri mencolok lainnya ada pada
bagian atas kepala. Gajah sumatera memiliki dua tonjolan sedangkan gajah Afrika
cenderung datar.
5.
Kuping gajah sumatera lebih kecil
dan berbentuk segitiga sedangkan gajah Afrika kupingnya besar dan berbentuk
kotak.
6.
Gajah sumatera memiliki 5 kuku di
kaki bagian depan dan 4 kuku di kaki belakang.
Gajah
sumatera hidup di hutan-hutan dataran rendah di bawah 300 meter dpl. Tapi juga
sering ditemukan merambah ke dataran yang lebih tinggi. Jenis hutan yang
disukainya adalah kawasan rawa dan hutan gambut. Pada tahun 2007 populasi gajah
sumatera di alam liar diperkirakan sekitar 2400-2800 ekor. Turun separuhnya
dibanding tahun 1985 sekitar 4800 ekor. Saat ini jumlahnya terus diperkirakan
mengalami penyusutan, karena habitat hidupnya terus menyempit. Terhitung 25
tahun terakhir, Pulau Sumatera telah kehilangan 70% luas hutan tropis yang
menjadi habitat gajah.
Masalah serius dalam
konservasi gajah sumatera yang mendasar adalah menyempitnya habitat gajah
sebagai akibat dari kegiatan pembangunan, yakni konversi hutan untuk
perkebunan, transmigrasi, logging, dan perladangan liar. Banyaknya hutan rusak
menyebabkan gajah tidak mempunyai jalan keluar untuk bergerak dari areal yang
terganggu ke hutan tua, yang jaraknya cukup jauh. Hal ini ini menyebabkan
fragmentasi habitat gajah, dan populasi yang semula besar menjadi
kelompok-kelompok kecil.
III.
Kesimpulan
WWF bekerja di
tiga wilayah di Sumatera yang dinilai sangat penting bagi upaya konservasi
gajah. WWF telah mendeklarasikan Taman
Nasional Tesso Nilo di Riau (tahap I seluas 38,576 ha) oleh Departemen
Kehutanan pada tahun 2004. Tahun 2006, Menteri Kehutanan menetapkan Provinsi
Riau sebagai Pusat Konservasi Gajah Sumatera melalui Permenhut No. 5/2006. Hal
ini merupakan langkah besar bagi penyelamatan gajah di
hutan Sumatera.
Tahun 2004, WWF memperkenalkan Tim
Patroli Gajah Flying Squad pertama di
Desa Lubuk Kembang Bunga yang berada di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo yang
baru ditetapkan. Tim ini, yang terdiri dari sembilan pawang dan empat gajah
latih, mengarahkan gajah-gajah liar untuk kembali ke hutan apabila mereka
memasuki ladang maupun kebun milik masyarakat desa tersebut. Sejak mulai
beroperasi, Tim Flying Squad Tesso
Nilo berhasil mengurangi kerugian ekonomi yang dialami masyarakat setempat yang
timbul akibat serangan gajah dan mencegah pembunuhan gajah akibat konflik.
Kegiatan-kegiatan tersebut tentu saja menjadi langkah yang tepat dalam
melindungi satwa yang sedang menuju tahap kepunahan. Selain dari itu,terdapat
juga langkah-langkah yang harus dilakukan penduduk yang hidup dekat dengan
habitat gajah, seperti selalu memperhatikan kebun milik mereka dan selalu
membersihkan kebun dari semak belukar karena pada umumnya gajah senang berada
di semak belukar untuk tempat berlindung diri. Bagi perusahaan besar yang
memiliki area perkebunan yang dekat dengan habitat gajah, sebaiknya membangun
menara pengintai serta kanal dengan ukuran lebar dasar 2 m serta tinggi dinding
3 m, dimana salah satu dindingnya dibuat miring 30%. Hal-hal tersebut sangat
dianjurkan untuk dilakukan oleh perusahaan besar yang memiliki konflik dengan
gajah liar, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan penebangan liar tanpa
kembali mempebaiki hutan yang menjadi habitat dari gajah. Keikutsertaan
pemerintah dalam upaya menjaga lingkungan dari kerusakan juga dibutuhkan agar
nantinya angka kepunahan gajah menjadi kecil, dengan cara memberlakukan undang-undang
perlindungan satwa liar juga perlindungan hutan lindung dengan tepat dan tegas.
IV. Daftar Pusataka

Komentar
Posting Komentar