Langsung ke konten utama

Membangun Kemandirian Bangsa



Cita-cita kemandirian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hakikatnya sudah tertanam sejak bangsa Indonesia merdeka. Adalah Soekarno yang mencetuskan hal tersebut agar supaya Indonesia tidak tergantung terhadap bangsa lain. Soekarno sadar betul, bahwa kekayaan Indonesia sangat melimpah dari Sabang sampai Merauke. Tapi di sisi lain, Soekarno juga menyadari keterbatasan sumber daya manusia Indonesia.
Setelah Soekarno dilengserkan dari kursi pemerintahan, cita-cita Soekarno untuk menjadikan Indonesia mandiri menjadi semakin pudar bahkan ditenggelamkan. Di era Orde Baru, investasi untuk pihak asing dibuka selebar-lebarnya—kebijakan yang tidak pernah dilakukan oleh Soekarno. Bahkan di era reformasi, pihak asing semakin mendominasi ekonomi Indonesia sehingga membuat Indonesia semakin tergantung terhadap pihak asing. 
Perkembangan jaman yang menuju kearah era globalisasi dalam segala bidang tentu berpengaruh terhadap pola pikir dan pola perilaku bangsa. Maka pengendali bangsa harus mampu mengantisipasi perubahan jaman yang begitu cepat.  Dapat dikatakan bahwa, untuk mewujudkan kemandirian bangsa Indonesia harus disiapkan terlebih dahulu kekuatan internal bangsa Indonesia agar mampu dan tidak disetir oleh pihak asing. Memahami kekuatan internal bangsa tidak hanya cukup dengan kekuatan sumber daya manusianya, melainkan mengetahui pokok permasalahan dalam segala aspek, serta mengetahui konsep pengelolahan yang berkelanjutan.
Membangun kemandirian bangsa berarti memahami poses kemandirian sebagai suatu usaha membangun bangsa yang mampu menyelesaikan setiap masalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkeadilan, sejahtera dan bermartabat. Dengan umur bangsa yang memasuki usia 70, sudahkan bangsa ini mandiri? Sudahkah Bangsa ini mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera? Dan sudahkan bangsa ini memiliki martabat yang sehingga tidak lagi ada bangsa lain yang melecehkan? Maka sangat penting kiranya membangun bangsa yang mandiri ditengah pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di berbagai belahan dunia dan di era globalisasi yang sangat berpengaruh ini. Dari sisi usia sejak negeri ini merdeka, seharusnya sudah mampu menjadi negara yang tidak terlalu tergantung pada belas kasihan negara lain, tidak terlalu terpengaruh kondisi gejolak financial di negara lain dalam roda perekonomian dan seharusnya juga memiliki kebanggaan atas produk yang dihasilkan sendiri sebagai pembuktian atas kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Indonesia adalah bangsa yang besar dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat berlimpah. Namun kenyataannya, kekayaan tersebut tidak berbanding lurus dengan keadaan masyarakatnya dimana masyarakat miskin masih sekitar 30% dari jumlah penduduk, angka pengangguran masih tinggi dan kesempatan memperoleh pendidikan belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dengan kata lain negara belum mampu memenuhi secara utuh yang menjadi hajat hidup orang banyak, seperti harga pangan yang melambung akibat harga minyak dunia yang tinggi, minyak goreng semakin mahal, biaya pendidikan yang semakin tak terjangkau dan krisis energi terutama listrik tinggal menunggu waktu. Pertanyaan kita, apakah bangsa ini akan terpuruk pada kondisi larang pangan, larang papan, larang sekolah dan larang-larang yang lain? Melihat kondisi SDA yang berlimpah di negeri ini sejujurnya tidak mungkin akan terjadi tetapi kenyataanya seperti itu. Apa yang mesti dilakukan? Jawabanya marilah kita mulai mandiri.

Mandiri di bidang ekonomi.
Globalisasi membawa dampak luas pada berbagai bidang kehidupan terutama ekonomi. Globalisasi ekonomi merupakan gejala mondial yang ditandai dengan aktivitas bisnis dan perdagangan antar negara yang kian massif dan intensif. Globalisasi menafikan batas-batas negara sehingga manakala terjadi gejolak ekonomi di  suatu wilayah/regional maka akan berimbas pada perekonomian wilayah lain seperti yang terjadi saat ini ketika Amerika Serikat ditimpa kredit macet perumahan maka dampaknya terhadap perekonomian kita juga terasa yaitu penurunan nilai rupiah dan IHSG. Kita tidak bisa memungkiri bahwa faktor eksternal sangat berpengaruh dalam perekonomian negara kita terutama gejolak financial dan melambungnya harga minyak mentah dunia. Tetapi paling tidak kita harus memiliki basic sistem perekonomian yang tahan terhadap gejolak ekonomi dunia seperti yang contohkan oleh Thailand, Malaysia dan Korea yang sudah mampu keluar dari krisis tahun 1997 yang lalu.
Sebenarnya kita pernah memiliki sebuah sistem ekonomi yang disebut dengan Ekonomi Kerakyatan yang memberikan kesempatan secara luas pada masyarkat dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi Kerakyatan adalah tatanan ekonomi dimana aset ekonomi dalam perekonomian nasional didistribusian kepada sebanyak-banyaknya warga negara (Mardi Yatmo Hutomo, BAPENAS). Secara normatif, moral filosofis sistem ekonomi kerakyatan sebenarnya sudah tercantum dalam UUD ‘45, khususnya pasal 33, yang jika disederhakanakan bermakna bahwa perekonomian bangsa disusun berdasarkan demokrasi ekonomi dimana kemakmuran rakyat banyaklah yang lebih diutamakan dibandingkan kemakmuran orang perorangan. Kemudian, karena bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah pokok-pokok atau sumber-sumber kemakmuran rakyat, maka hal tersebut berarti harus dikuasai dan diatur oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga hak-hak kesejahteraan ekonomi (economic rights) bisa terpenuhi. Yang terjadi saat ini adalah sebaliknya, kemampuan masyarakat di dalam memenuhi hak kesejahteraannya begitu rendahnya. Disisi lain kepemilikan modal atas corporasi yang mengekploitasi SDA dimiliki oleh pihak asing sehingga keuntungan banyak mengalir keluar negeri. Begitu pula dengan produk barang dan jasa, hanya dikuasi oleh segelintir orang.
Menurut Laica Marzuki (penerapan sistem ekonomi kerakyatan), fakta empirik menjelaskan bahwa, Produsen barang dan jasa private jumlahnya terbatas, yang memproduksi 78,5% output nasional dalam bentuk barang dan jasa private hanya oleh 200 orang warga negara. Sedang 21,5% output nasional diproduksi oleh jutaan orang warga negara melalui usaha mikro, usaha kecil dan menengah. Sementara 89,5% tenaga kerja yang ditawarkan di pasar input dibeli oleh 99,5% produsen yang outputnya hanya 21,%. Sedang hanya 10,5% tenaga kerja yang dibeli oleh 0,5% produsen yang outputnya 78,5%. Sebaliknya, modal yang pergunakan oleh 0,5% produsen mencapai sekitar 85% dari dari modal yang ada dalam  perekonomian, dan tidak lebih dari 7% modal yang dipergunakan oleh 95,5% produsen. Dalam situasi yang demikian, maka diduga kuat:
(1)   Tidak pernah terjadi market clearing baik di pasar input maupun di pasar output,
(2)   Ada modal yang idle (nganggur) dalam perekonomian,
(3)   Ada tenaga kerja yang idle dalam perekonomian,
(4)   Perekonomian tidak efisien,
(5)   Perekonomian tidak memproduksi barang dan jasa sesuai kapasitas yang dimiliki, dan
(6)   Terjadi kesenjangan ekonomi antar golongan penduduk yang amat lebar.
Melihat kondisi bahwa sistem kapitalisme hanya memberikan kemakmuran pada segelintir orang (globalisasi tidak bisa melepaskan dari sisem ini), sudah saatnya pemerintah menumbuhkan kembali semangat ekonomi kerakyatan. Semangat ini dilandasi pada distribusi keadilan baru kemudian kemakmuran bukan sebalikya. Distribusi sumber-sumber ekonomi yang merata akan menciptakan pendapatan yang merata pula sehingga pada gilirannya tercipta kemakmuran.
Dengan mayoritas pelaku ekonomi kita dalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sudah saatnya keberpihakan pemerintah dan Bank terhadap usaha ini lebih diintesifkan lagi. Nampaknya usaha pemerintah pada UKM dan rakyat kecil ini mulai terlihat pada program-program yang bersifat pemberdayaan masyarakat (iklannya bisa kita laihat di layar TV) dan Bank-bank juga mulai mengucurkan kredit tanpa agunan. Bahkan Presiden sendiri dalam sebuah kesempatan akan memperluas partisipasi masyaakat dalam kepemilikan Kredit Usaha  Rakyat (KUR). Tidak kalah pentingnya juga keberpihakan pada para petani yang notabene menjadi mata pencaharian dari mayoritas masyarakat Indonesia. Namun terkadang meraka juga termasuk masyarkat yang termarginalkan karena umumnya petani kita adalah petani penggarap, meskipun memiliki lahan tapi kurang dari 1 hektar sehingga hasilnya setelah dikurangi biaya produksi masih kurang dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mebiayai pendidikan anak-anaknya. Beberap hari yang lalu di harian Kompas diberitakan bahwa lahan persawahan di wilayah Karawang sudah banyak beralih kepemilikannya pada orang-orang kaya dari Jakarta dan orang kaya setempat. Belum lagi persoalan klasik pada saat musim tanam yaitu kelangkaan pupuk serta mengalami gagal panen bila bencana banjir dan kekerangan menimpa negeri ini. Kredit Usaha Tani (KUT) yang dikucurkan menjadikan kredit macet karena ketidakmampuan petani melunasi pinjamannya. Revolusi Agraria seperti yang pernah menjadi wacana oleh sebagian masyarakat barangkali bisa menjadi solusi untuk pemerataan kepemilikan lahan meskipun gagasan ini terlalu ekstrim. Tetapi apabila pemerintah mau meningkatkan kesejahteraan petani, masih ada cara lain yang lebih elegan seperti subsidi harga pupuk dan benih dan harga gabah yang wajar serta merevitalisasi peran Bulog dan KUD.

Referensi :


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tulisan 3 : Makelar

Beberapa bulan ini Indonesia dihebohkan dengan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rekaman pembicaraan mengenai saham PT Freeport Indonesia yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, melaporkan Setya Novanto kepada Mahkamah Dewan Kehormatan DPR. Sudirman Said melaporkan bahwa Setya Novanto meminta jatah saham dan proyek pembangkit listrik dari PT Freeport Indonesia seraya mengatakan bahwa saham tersebut akan diberikan kepada presiden dan wakil presiden. Laporan Sudirman diantaranya berupa tiga lembar transkip pembicaraan antara Setya Novanto dengan pimpinan PT Freeport Indonesia di Pasific Place, Jakarta, pada tanggal 8 Juni 2015. Apa yang dimaksud dengan makelar? Apakah tindakan tersebut memiliki sisi positif atau negatif? Apakah yang dilakukan oleh Setya Novanto itu sudah benar? Beberapa hal tersebut yang akan saya bahas disini secara sederhana. Makelar adalah perantara yang ...

Review Jurnal Internasional

REVIEW JURNAL Improving production planning through finite-capacity MRP (Peningkatan Perencanaan Produksi melalui Kapasitas Terbatas MRP) Tommaso Rossi, Rossella Pozzi, Margherita Pero and Roberto Cigolini School of Industrial Engineering, Carlo Cattaneo – LIUC University, Castellanza, Italy; Department of Management, Economics and Industrial Engineering (DIG), Politecnico di Milano, Milano, Italy (Received 5 October 2015; accepted 6 April 2016) 1. Pendahuluan Peneliti dalam melakukan penelitkan terlebih dahulu menjelaskan latar belakang mengapa melakukan penelitian ini. Peneliti menemukan bahwa beberapa tahun yang lalu, hampir 75% dari perusahaan manufaktur menggunakan MRP sebagai metode utama untuk pembuatan perencanaan material. Bahkan saat ini, MRP adalah alat up-to-date yang banyak digunakan oleh perusahaan manufaktur berkat kemampuannya beradaptasi untuk fluktuasi permintaan dinamis serta kemampuannya untuk menentukan terlebih dahulu apa dan berapa banyak memesan p...

Tulisan 1 : Tempat Kuliner "Recommended"

Bakso-Mie Ayam Pak Min, Rasa Jendral Harga Kopral             Siapa yang tidak kenal makanan ini? Tentunya seluruh masyarakat Indonesia mengenal makanan ini. Ya, makanan ini tidak lain adalah bakso. Bakso atau baso adalah jenis kuliner makanan berkuah kaldu daging sapi yang enak dan gurih. Bakso urat sapi adalah makanan berkuah yang paling banyak disukai oleh semua kalangan karena bakso (baso) urat sapi selain enak dan lezat dimakan hangat,  kandungan gizi bakso sangat baik untuk kesehatan tubuh. Ada beberapa jenis macam pentol bakso (baso) yaitu bakso urat sapi, bakso telur, bakso rudal, bakso bakwan, bakso cincang, bakso keju, dan bakso lainnya. Bahan pentol bakso (baso) urat sapi dibuat dari campuran daging sapi giling, urat sapi dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Bakso dapat disajikan campuran mie, bihun, taoge, tahu siomay , terkadang telur, ditab...